Oleh : Zeynal Arifin, Lc, M.E.I*
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ لَنْ يُصِيبَنا إِلاَّ مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنا هُوَ مَوْلانا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Katakanlah: “Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah untuk kami. Dialah Pelindung kami,dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.”
Ada empat kata kunci ketenangan dalam ayat yang ringkas ini.Empat kata yang menyemai benih-benih optimisme di tengah badai wabah dan musibah yang tengah terjadi akhir-akhir ini.
Pertama: kata “kataballah” (yang Allah tetapkan) Jika urusanmu kebijakannya dirancang dan ditetapkan oleh seorang pemimpin yang cerdas, bijaksana dan penuh kasih sayang, engkau akan merasa tenang dan menerima dengan penuh rasa optimis. Lalu, bagaimana jika yang merancang dan menetapkan urusanmu itu adalah Allah; sumber segala ilmu, kebijaksanaan dan kasih sayang? Dalam ayat diatas disebutkan musibah itu dirancang dan ditetapkan oleh Allah, maka tenangkanlah hatimu dan berbahagialah.
Kedua: kata “lana” (untuk kami) Dalam bahasa Arab, “lana” dan “alaina” sama-sama diterjemahkan untuk kami. Tapi, konteks “lana” adalah kebaikan, kegembiraan dan kemaslahatan. Sementara konteks “‘alaina” adalah keburukan, kesengsaraan dan kemudharatan. Musibah ditetapkan Allah “lana” untuk kebaikan, kegembiraan dan kemaslahatan kita, bukan “alaina” untuk keburukan, kesengsaraan dan kemudharatan kita.
Demikianlah para mufassir menterjemahkan ayat ini. Misalnya, Ibnu Asyur dalam At Tahrir wat Tanwir (10/223) mengatakan:
فَهُوَ نَفْعٌ مَحْضٌ كَمَا تَدُلُّ عَلَيْهِ تَعْدِيَةُ فِعْلِ كَتَبَ بِاللَّامِ الْمُؤْذِنَةِ بِأَنَّهُ كَتَبَ ذَلِكَ لِنَفْعِهِم
Ketiga: kata “Huwa maulana” (Allah Pelindung kami) Jika para dokter merasa lebih tenang ketika bertugas dilengkapi dengan Alat pelindung diri (APD), jika kita merasa terlindungi dengan berbagai fasilitas yang mendukung kesehatan kita, maka bagaimana mungkin kita tidak merasa tenang jika yang melindungi kita adalah Allah, sebaik-baiknya pelindung? Dzat yang tidak pernai lalai, tertidur atau bahkan mengantuk barang sekejap pun?
Keempat: “tawakkal” (bersandar kepada Allah). Bersandar pada sesuatu yang rapuh akan membuat kita selalu was was dan khawatir. Orang hanya akan merasa tenang jika ia bersandar pada sesuatu yang kokoh. Dan siapakah yang lebih kuat, lebih kokoh, lebih agung daripada Allah? Tidak ada! Dan Allah sudah menyediakan Diri-Nya bahkan memerintahkan agar kita menjadikan-Nya sebagai tempat bersandar.
Wallahu a’lam.
*Penulis adalah pengajar MAQ Al Ihsan, dan merupakan sekretaris Yayasan Al-Ihsan Kebagusan