*Oleh : Iqbal Fauzi*
Pendidikan adalah proses kehidupan, maka semesta adalah sebaik-baiknya guru kehidupan. Pendidikan bukanlah ruang tertutup yang membutakan manusia melihat dunia, tapi sebaliknya, pendidikan adalah horizon tinggi dan memungkinkan seseorang melihat dunia sesungguhnya. Demikian juga dengan buku, ia bukanlah teks rigid yang membuat seseorang kerdil dengan hafalan, melainkan ia adalah jendela maha luas yang memungkinkan imajinasi seseorang berenang-renang didalamnya dan pendidik bagaikan seniman yang mengajarkan ayat demi ayat kehidupan. Pendidikan adalah senjata yang paling ampuh untuk mengubah dunia. Melalui Pendidikan, seseorang akan menjadi manusia yang seutuhnya, sehingga memiliki kecendrungan untuk memanusiakan manusia lainnya. Dengan kata lain, pendidikan adalah suatu modal bagi manusia untuk dapat bertahan dan memberikan rasa aman dalam kehidupannya. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan merupakan instrumen yang sangat penting untuk menikmati pengalaman hidup yang terbaik. Dan pendidik merupakan garda terdepan dalam menentukan suatu kualitas pendidikan yang baik. Namun menjadi pendidik yang baik tentu harus didukung oleh lembaga yang baik pula, dalam hal ini adalah sekolah sebagai lembaga penyelenggara pendidikan.
Sekolah merupakan sutau organisasi yang bergerak dibidang pendidikan, yang merupakan salah satu faktor penentu mutu Sumber Daya Manusia (SDM). Melalui lembaga ini para peserta didik, baik secara mental maupun intelektual, dididik, diajar, dan dilatih agar dapat mencapai mutu sesuai tujuan, visi, dan misi yang ditetapkan oleh sekolah. Sementara itu, apabila kita amati kondisi SDM kita, kualitas manusia Indonesia yang belum begitu memuaskan telah menjadi berita rutin. Setiap keluar laporan Human Development Index, posisi SDM kita selalu berada di bawah. Sebenarnya, salah satu penyebab sekaligus kunci utama rendahnya kualitas masyarakat kita adalah kualitas pendidikan yang rendah. Kualitas sosial-ekonomi dan gizi kesehatan yang tinggi tidak akan dapat bertahan tanpa adanya manusia yang memiliki pendidikan berkualitas.
Agar suatu sekolah memiliki daya saing yang tinggi dalam skala nasional maupun global, maka sekolah tersebut harus mampu melakukan pekerjaan secara lebih baik, efektif, dan efisien dalam menghasilkan outcomes (lulusan) yang berkualitas tinggi dan mampu bersaing dalam lingkungan masyarakat. Untuk menghasilkan hal tersebut, maka penyelenggara pendidikan bukan lagi mengandalkan keuanggulan komparatif saja, melainkan juga harus meningkatkan keunggulan kompetitif. Pengelolaan sumber daya akan memiliki keunggulan kompetitif jika sumber daya manusia lembaga tersebut memiliki potensi yang tinggi dalam mengelolanya.
Pada tataran tersebut, tugas utama sekolah adalah membantu peserta didik untuk menemukan, mengembangkan, dan membangun kemampuan yang akan menjadikannya berkesanggupan secara efektif untuk menunaikan kewajiban individu dan sosialnya pada saat ini dan masa yang akan datang. Untuk mencapai hal tersebut, maka layanan pendidikan sekolah akan bersentuhan dengan berbagai pengetahuan yang tergambar dalam kurikulum sekolah.
Pada dasarnya seluruh masyarakat kita menginginkan anak-anaknya menjadi manusia unggul yang memiliki pemahaman agama yang baik serta memiliki pengetahuan yang mumpuni agar mampu bersaing dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini dapat kita lihat dengan tingginya animo masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya di sekolah-sekolah berkualitas dengan asumsi bahwa sekolah tersebut mampu melahirkan outcomes yang unggul atau di negara-negara maju disebut sebagai sekolah effective, develop, accelerate, dan essential.[1]
Pada umumnya sisi ukuran muatan kualitas sekolah adalah hanya bergerak untuk memenuhi syarat-syarat sekolah unggulan yang mampu mengukur sebagian kemampuan akademis dan non akademis saja. Namun dalam konsep sesungguhnya, sekolah berkualitas adalah sekolah yang secara terus menerus meningkatkan kinerjanya dan mampu menggunakan sember daya yang dimilikinya secara optimal untuk menumbuhkembangkan prestasi peserta didik secara menyeluruh. Ini berarti bukan hanya prestasi akademis saja yang ditumbuhkembangkan, melainkan potensi religi, psikis, fisik, etik, moral, emosi, spirit, dan inteligensi.
- Konsep Sekolah Berkualitas
Sekolah berkualitas yang sebenarnya adalah sekolah yang dibangun secara bersama-sama oleh seluruh warga sekolah, bukan hanya oleh pemegang otoritas kebijakan. Dalam konsep sekolah berkualitas yang saat ini diterapkan, untuk menciptakan prestasi peserta didik yang tinggi harus dirancang kurikulum yang baik yang diajarkan oleh para pendidik yang berkualitas tinggi. Padahal, sekolah berkualitas yang sebenarnya adalah bahwa keunggulan akan dapat dicapai apabila seluruh sumber daya sekolah dapat dimanfaatkan secara optimal. Artinya adalah bahwa seluruh tenaga administrasi, pengembang kurikulum, kepala sekolah, dewan guru, pejabat struktural, karyawan, dan tenaga keamanan sekolah harus dilibatkan secara aktif. Karena seluruh sumber daya tersebut akan menciptakan iklim sekolah yang mampu membentuk kualitas sekolah yang baik sesuai dengan tujuan, visi, dan misi yang sudah ditetapkan.
Kualitas sekolah terletak pada bagaimana cara sekolah merancang-bangun sekolah sebagai organisasi, yaitu bagaimana struktur organisasi pada sekolah itu disusun dan difungsikan, bagaimana warga sekolah ikut berpartisipasi, bagaimana setiap orang memiliki peran dan tanggung jawab yang sesuai, serta bagaimana terjadinya pelimpahan dan pendelegasian wewenang yang disertai tanggung jawab dapat berjalan dengan baik. Semua itu pada akhirnya akan bermuara pada kunci utama sekolah berkualitas yaitu keunggulan dalam memberikan pelayanan kepada peserta didik dengan sebaik-baiknya serta memberikan kesempatan untuk mengembangkan potensinya.
Sekolah berkualitas merujuk pada makna kualitas dari segi proses dan produk. Suatu pendidikan yang berkualitas dari segi proses terjadi jika kegiatan belajar mengajar berlangsung secara aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan yang ditunjang oleh sumber daya (manusia, dana, sarana, dan prasarana) yang memadai, sehingga memberikan jaminan kualitas proses yang meyakinkan. Kualitas ini dapat diukur dari dua perspektif, yaitu:
- Peserta didik menunjukkan tingkat kesadaran yang tinggi terhadap kewajiban belajar yang harus dikuasai sesuai dengan tujuan, sasaran, dan ketuntasan yang direncanakan, diantaranya karakter atau nilai-nilai kebaikan yang ditanamkan serta hasil belajar akademis yang dinyatakan dalam prestasi belajar (kualitas internal).
- Hasil pendidikan harus sesuai dengan kebutuhan nyata peserta didik dalam kehidupannya, sehingga dengan belajar mereka bukan hanya mengetahui sesuatu, melainkan dapat melakukan sesuatu itu secara fungsional dalam kehidupannya.
Sekolah berkualitas harus memiliki model manajemen sekolah yang unggul, yaitu yang melibatkan partisipasi semua stakeholder sekolah, memiliki kepemimpinan yang kuat, memiliki budaya sekolah yang kuat, mengutamakan pelayanan terbaik pada peserta didik, menghargai prestasi setiap peserta didik berdasarkan kondisinya masing-masing, serta terpenuhinya harapan peserta didik dan berbagai pihak terkait dengan kepuasan.
- Kompetensi Pendidik Sebagai Aktor Utama Sekolah Berkualitas
Pendidik adalah sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya yang merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan. Pendidik merupakan suatu profesi atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang diluar bidang pendidikan. Profesi ini umumnya berkembang dari pekerjaan, kemudian makin berkembang yang ditunjang oleh keahlian, komitmen, dan keahlian yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme. Itulah sebabnya jenis profesi ini paling mudah terkena pencemaran dengan dampak yang cukup kentara. Oleh sebab itu, agar dapat melakukan sesuatu yang baik dalam pekerjaannya, maka seorang pendidik harus memiliki kemampuan (ability) dalam bentuk pengetahuan ( knowledge), sikap (attitude), dan keterampilan (skill) yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Secara sederhana dan tanpa batasan pada hal-hal yang bersifat spesifik, pendidik dapat didefinisikan sebagai pihak yang merupakan subjek dari pelaksanaan pendidikan.[2] Sementara itu, Maryam Rudyanto mendefinisikan pendidik sebagai orang yang membantu peserta didik untuk mencapai tujuan yang hendak dicapai.[3] Kata pendidik dalam bahasa Arab disebut sebagai mu’alim dan dalam bahasa Inggris dinamakan teacher yang memiliki arti sebagai a person whose accupation is teaching others-seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain.[4] Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisten Pendidikan Nasional Pasal 39 ayat (1) disebutkan bahwa:
“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.”[5]
Sehingga dalam konteks ini dapat disimpulkan bahwa pendidik adalah tenaga profesional yang tugas pokok dan fungsi utamanya adalah mendidik, mengajar, dan melatih sebagai bentuk pengabdian kepada komunitas belajar (learning community). Maka setiap aktivitas yang dilakukan seorang pendidik akan diwujudkan dalam bentuk fasilitator, inisiator, mediator, dan evaluator. Pendidik sebagai pengajar menekankan pada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Pendidik tidak hanya menyampaikan materi Pelajaran (transfer knowledge), tetapi juga menanamkan konsep berpikir, bahkan lebih dari itu, pendidik perlu mengubah perilaku peserta didik sehingga terbentuk sikap kepribadian dan pembentukan nilai-nilai yang baik. Pendidik sebagai pembimbing memberi tekanan dalam bentuk tugas sekaligus memberikan bantuan kepada peserta didik dalam memecahkan masalah yang dihadapinya, karena setiap peserta didik memiliki karakter dan latar belakang yang berbeda. Sedangkan pendidik sebagai administrator kelas pada hakikatnya merupakan jalinan antara ketatalaksanaan bidang pengajaran dan yang lainnya.
Dilihat dari perspektif psikologi, pendidik harus dapat melihat dengan jelas dan manusiawi bahwa setiap peserta didik adalah manusia yang bermartabat yang harus dihargai sepenuhnya. Pendidik harus memiliki prinsip zero mind yang menganggap semua peserta didik berawal dari titik yang sama, kemudian pendidiklah yang mengisi kekosongan itu dengan mendidik, mengajar, dan melatih sehingga yang kosong tadi akan tersisi dengan muatan-muatan positif sesuai dengan yang direncanakan. Dengan demikian, dapat dibangun suatu landasan yang mengandung rasa pengertian, saling percaya, saling menghormati, dan menjauhkan dari berburuk sangka dalam mengembangkan kemampuan hubungan sosial peserta didik yang sedang berada pada masa perkembangan.
Peranan kompetensi pendidik dalam mengajar sangat penting dalam menentukan prestasi belajar peserta didik. Artinya, pendidik yang berkompetensi baik dalam mengajar maka akan berbanding lurus dengan hasil belajar peserta didik, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, baik pendidik maupun pihak-pihak yang berwenang di lingkungan sekolah, hendaknya berupaya dalam menjaga dan meningkatkan kompetensi pendidiknya agar semua yang direncanakan dapat tercapai.
Menurut Subandiah, kompetensi mengajar adalah kemampuan pendidik dalam menciptakan suasana pengajaran yang kondusif, sehingga memungkinkan dan mendorong peserta didik untuk mengembangkan kreativitasnya guna mencapai tujuan yang ditentukan.[6] Moh. Uzer Usman mengatakan bahwa guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan, sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.[7] Hal ini menegaskan secara jelas bahwa dari kemampuan, pemikiran, pengetahuan, serta keterampilan seorang pendidik dalam proses mengajarnya akan terlihat pula komptensi mengajarnya. Mendidik, mengajar, dan melatih merupakan tugas yang berat bagi seorang pendidik karena berhadapan langsung dengan sekelompok peserta didik yang memerlukan bimbingan dan pembinaan menuju kemandirian. Oleh karena itu, setiap pendidik harus memiliki prinsip-prinsip mengajar dan dilaksanakan seefektif mungkin, sehingga kompetensi pengajarannya menjadi lebih baik. Adapun prinsip-prinsip mengajar itu antara lain:
- Di dalam proses pembelajaran pendidik harus mampu membangkitkan perhatian peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan.
- Dalam proses pembelajaran perlu dilakukan upaya untuk menimbulkan aktivitas peserta didik dalam mengutarakan pendapat maupun berbuat (pembelajaran dua arah).
- Setiap pendidik harus menghubungkan pelajaran yang diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki peserta didik maupun pengalamannya.
- Dalam mengajar, pendidik harus mengetahui dengan baik materi yang dibahas, jika tidak maka pendidik akan kesulitan dalam menguasai kelas.
- Pendidik harus menjelaskan suatu unit pelajaran dengan berulang-ulang agar peserta didik menjadi jelas dalam memahami materi pelajaran.
- Pendidik harus memperhatikan apa yang dapat mendorong peserta didik menjadi lebih bersemangat ketika proses pembelajaran berlangsung.
- Dalam perkembangannya peserta didik perlu berinteraksi yang baik dengan teman lainnya, karena selain sebagai individu, peserta didik adalah makhluk sosial yang perlu dikembangkan.
- Semua kegiatan pembelajaran perlu dievaluasi untuk memberikan motivasi bagi pendidik maupun peserta didik untuk meningkatkan proses berpikirnya.
Selain prinsip-prinsip tersebut, setidaknya ada tiga aspek kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, yaitu aspek personal, aspek sosial, dan aspek profesional. Yang dimaksud dengan kompetensi personal dan sosial adalah kemampuan dan kriteria yang ada dalam diri pendidik yang dapat mengembangkan kondisi belajar sehingga hasil belajar dapat dicapai dengan efektif.[8] Sedangkan kriteria yang dimaksud dalam aspek ini adalah kepribadian, penampilan, dan kepemimpinan. Lebih jelasnya bahwa kepribadian yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, yaitu kemampuan interaksi sosial yang hangat, memiliki rasa tanggung jawab, memiliki kejujuran, objektif, tegas, adil, dan ikhtiar yang besar dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.
Kepribadian yang menyangkut psikis tampak dalam bentuk tingkah laku yang dapat diamati secara lahiriah dalam interaksi bersama. Tingkah laku pendidik pada umumnya merupakan penampilan lain dari kepribadiannya. Kemampuan pribadi seorang pendidik tampak dari sifat bekerja sama dengan baik, penyayang, menghargai kepribadian peserta didik, sabar, menyenangkan, berakhlak baik, adil, toleran, peka terhadap persoalan peserta didik, mampu menghargai peserta didik, serta mampu memimpin secara baik.
Kemampuan mengajar merupakan kemampuan essensial yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Kemampuan mengajar sebenarnya merupakan pencerminan penguasaan pendidik atas kompetensi profesional sebagai seorang pendidik. Menurut Moh. Uzer Usman, secara garis besar, kompetensi profesional guru meliputi lima hal, yaitu:
- Menguasai landasan pendidikan, mencakup:
- Mengenal dan memahami tujuan, visi, dan misi pendidikan yang ditetapkan;
- Mengenal dan memahami fungsi sekolah;
- Mengenal prinsip-prinsip psikologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran.
- Menguasai bahan pengajaran, mencakup:
- Menguasai bahan pengajaran kurikulum pendidikan;
- Menguasai bahan pengayaan.
- Menyusun program pengajaran, mencakup:
- Menetapkan tujuan atau target pengajaran yang ingin dicapai;
- Memilih dan mengembangkan bahan pengajaran;
- Memilih dan mengembangkan strategi pengajaran;
- Memilih dan mengembangkan media pengajaran yang sesuai;
- Memilih dan memanfaatkan sumber belajar.
- Melaksanakan program pengajaran, mencakup:
- Menciptakan iklim belajar mengajar yang tepat;
- Mengatur dan mengelola ruang belajar;
- Mengelola interaksi proses pembelajaran.
- Menilai hasil dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, mencakup:
- Menilai prestasi peserta didik untuk kepentingan pengajaran;
- Menilai prestasi belajar mengajar yang telah dilaksanakan;
- Membuat analisa ketuntasan sebagai bahan evaluasi hasil pembelajaran.[9]
Untuk menciptakan sekolah yang berkualitas dan memiliki kredibilitas yang tinggi sangat dibutuhkan komitmen dan tekad yang kuat dari seluruh komponen sekolah. Manajemen sekolah dan seluruh elemen yang ada harus terus mencari bentuk yang sesuai dengan keinginan stakeholder, begitu pula dalam bentuk, pola, serta dasar yang sesuai dengan perkembangan lingkungan sekolah, yaitu sesuai dengan perkembangan eksternal, sesuai dengan selera, hasrat, kebutuhan, dan keinginan masyarakat (pangsa pasar). Sekolah yang berkualitas bukan hanya terfokus pada penyediaan faktor input pendidikan, tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor proses pendidikan, serta sekolah harus dinamis dan kreatif dalam melaksanakan perannya untuk mengupayakan peningkatan kualitas pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Umiarso dan Imam Gojali. 2010. Manajemen Mutu Sekolah di Era Otonomi Pendidikan. Yogyakarta: IRCiSoD
https://guruinovatif.id/artikel/daripada-mengutuk-kegelapan-lebih-baik-menyalakan-secercah-lilin?username=sriuntari
[1] Susan Albers Mohrman et al., Scholl Based Management; Organizing for High Performance, (San Francisco, 1994), hlm. 81.
[2] Amier Daien Indrakusuma, Ilmu Pendidikan, Sebuah Tinjauan Teoritid Filosofis,(Surabaya: Usaha Nasional), hlm.23.
[3] Maryam Rudyanto, Pengaruh Corak Hubungan Guru-Murid terhadap Perkembangan Kepribadian Anak dalam Singgih D. Ginarsa dan Yulia Singgih D. Gunarsa, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2003), hlm. 109.
[4] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 222.
[5] Darmaningtyas, dkk., Membongkar Ideologi Pendidikan; Jelajah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2004), hlm. 254.
[6] Subandiah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafindo, 1993), hlm.6.
[7] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.15.
[8] Zakiah Drajat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), hlm. 18.
[9] Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hlm.18